Laporan observasi SLB-C PELITA ILMU SEMARANG



PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Kehadiran buah hati dalam keluarga merupakan anugerah Tuhan, yang dinanti dan diharapkan oleh setiap orang tua. Hadirnya buah hati dalam keluarga akan membawa suatu kebahagiaan dan kesempurnaan dalam setiap pernikahan. Setiap orang tua tentunya berharap agar buah hati mereka memiliki kondisi fisik dan psikis yang sempurna. Sebaliknya, orang tua akan merasa kecewa, sedih, dan terpukul apabila buah hati yang dinanti kehadirannya tidak sesuai dengan harapan. Yaitu dengan kondisi fisik ataupun mental yang tidak sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan. Anak berkebutuhan khusus menurut Geniofam (2010 : 11) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selau menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.
Dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 51 juga menyatakan  : “anak yang menyandang cacat fisik dan mental diberikan kesempatan yang sama dan akses untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”. Menurut UU No.44 tahun 1997 tentang penyandang cacat, pasal 5 menyatakan : “setiap penyandang cacat mempunyai dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.” Untuk peningkatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus Kementerian Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) memiliki kebijakan sendiri dalam mengelompokkan anak berkebutuhan khusus.
Berdasarkan uraian di atas dan informasi yang diperoleh dari buku, maka penulis berinisiatif melakukan observasi ke sekolah luar biasa guna mendapatkan informasi yang benar-benar sesuai dengan keadaan di lapangan, tidak hanya sebatas teori saja. Oleh karena itu, dalam laporan hasil observasi ini akan disajikan berbagai informasi yang diperoleh selama observasi.


2.      Tujuan Observasi
1.      Untuk Memenuhi Tugas Psikologi Abnormal
2.      Untuk mengetahui latar belakang Murid SLB-C Pelita Ilmu Bulu Lor Semarang
3.      Untuk mengetahui perkembangan Murid dalam proses belajar mengajar di SLB-C Pelita Ilmu Bulu Lor Semarang
4.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa

PEMBAHASAN
A.    Profil singkat Sekolah SLB-C Pelita Ilmu Bulu Lor Semarang
Awal mulanya berdiri pada tahun 1989 dengan guru berjumlah 3 orang dengan 4 orang murid, kemudian berkembang menjadi 30 murid. Kemudian pada tahun 1992 Erowati Utara No 4.  Dengan jumlah 80 murid, karena jumlah yang banyak pihak yayasan memutuskan untuk pindah ke daerah Brotojoyo, tetapi daerah tersebut juga kurang layak yang mana saat hujan akan banjir tetapi saat tidak hujan pun terjadi Rob, sehingga air masuk ke kelas-kelas. Kemudian pada tahun 1996, jumlah murid turun drastis hingga tinggal sekitar 40 —an murid. Kemudian lokasi sekolah Pindah lagi ke daerah Erawati Utara No 26 (rumah bapak Purwoko dan ibu Sumiati) disitu ada 11 guru (6 PNS dan 5 belum PNS),  muridnya 50 anak. Karena anak yang terlalu banyak yang aktif maka di serta keamanan kurang, maka sekitar tahun 2013 pihak yayasan membangun Sekolah Luar Biasa yang lebih layak dan diresmikan pada tahun 2014.  Disekolah yang sekarang di tempati ada 6 Guru dan 37 Murid.
Sekarang murid di SLB /BC (Sekolah Luar Biasa Tuna Garahita) sekolah ini terdiri dari SD, SMP dan SMA. Dengan jumlah 37 murid dan 5 guru dan 1 pemilik yayasan yang merangkap sebagai Kepala Sekolah serta guru juga. Sebenarnya SLB ini untuk anak Tuna Grahita dan Authis, tetapi dalam peratuan pemerintah menyebutkan bahwa sekolah yang mempunyai lokasi yang dekat dengan lingkungan masyarakat, harus menerima semua kelainan anak yang ingin masuk di SLB ini, dengan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar sebatas kapasitas masih memuat muridnya.  Fokus utama Tuna Grahita (SLB C) dan Authis. Selian kedua fokus kelainan ini, ada juga Tuna Rungu (SLB B), Tuna Daksa (SLB D), Hipperaktif.

B.     Struktur Organisasi Sekolah  
Kepala sekolah            : Sumarti, Amd.Sgplb
Tenaga pendidik         :
1.      Desy Nur Zunaisa, S.Pd
2.      Surwartono,Amd. Sgplb
3.      Tri Handiyanto,S.Pd.I
4.      Tri Sujanti,S.Pd
5.      Yanti Nawangsari,S.Pd
Penjaga sekolah           :  Pak Asari
Penjaga/Security         : Pak Sujudi
Kantin                         : Sri Purwaningsih

C.     Kondisi dan Situasi Umum Lokasi Lapangan
Kondisi dan situasi umum di SLB-C Pelita Ilmu Bulu Lor Semarang sangat baik. Terdapat 6 Ruang kelas : 4 ruang untuk kelas SD terdapat 25 siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, diantaranya  Bisu Tuli, Tuna Grahita, Tuna Rungu dan autis. 1 ruang untuk SMP terdapat 6 siswa yang mempunyai latar belakang yang berbeda, Tuna Grahita dan Autis. 1 Ruang untuk SMA terdapat 6 siswa yang memiliki latar belakang diantaranya Tuna Grahita, Tuna Rungu dan Autis.1 Ruang Kantin, 2 Kamar mandi, dan 1 tempat Ekstrakulikuler , Dan ruang kantor.
Selain murid di berikan pembelajaran KBM seperti biasa mereka diberikan keterampilan Life skill dan Ekstrakurikuler. seperti : Menari, Musik,  Mewarnai, Pramuka, dan Olahraga.

D.    Hasil Observasi
Dari kegiatan observasi yang telah berlangsung selama satu bulan, kami telah mewawancarai beberapa guru. Dan juga kita mengetahui banyak jenis — jenis anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di SLB-C Pelita Ilmu Bulu Lor Semarang yaitu: Tuna Grahita, Tuna Rungu, Bisu Tuli, dan Autis.
1.    Tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau disebut juga retardasi mental, dimana hal itu juga menjelaskan bahwa hal tersebut ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Keterbatasan kecerdasannya menyebabkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal. Oleh karena itu, anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan khusus.
2.    Tuna rungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.
3.    Bisu adalah gangguan pada alat-alat bicara sehingga anak tidak mampu mengeluarkan kata—kata yang bermakna. Dan Tuli adalah ketidakmampuan mendengar, menghalangi keberhasilan memproses informasi linguistik melalui pendengaran atau tanpa alat bantu pendengaran.
4.    Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, perilaku terbatas, dan berulang-ulang. Gejala autis muncul sebelum 3 tahun pertama kelahiran sang anak.
Menurut AAMD ( American Association of Mental Deficiency ) mengemukakan bahwa keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan.
Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita, yaitu :
1.    Keterbatasan intelegensi
Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2.    Keterbatasan sosial
Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka membutuhkan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3.    Keterbatasan fungsi mental lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya. Anak tunagrahita tidak dapat mengahadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Ia memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa, bukannya mengalami kerusakan artikulasi tetapi karena pusat pengolahan pengindraan katanya kurang berfungsi, mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Latihan sederhana seperti mengejakan konsep-konsep perlu pendekatan yang lebih real dan konkret (misalnya : panjang dan pendek).
Berdasarkan pada taraf intelegensi yang diukur oleh tes Stanford binet dan skala Wescheler ( WISC). Tuna Grahita di klasifikasikan menjadi:
1)         Kategori ringan (Moron atau Debil)
a.       IQ = 50-55 sampai 70.
b.      IQ 68 — 52, Tes Binet dan IQ 69 — 55 , Tes WISC.
c.       Umumnya tidak mengalami gangguan fisik.
d.      Sulit dibedakan dari anak normal sampai mereka memasuki bangku sekolah (sulit mengikuti pelajaran layaknya anak normal/mengulang di kelas yang sama).
e.       Masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.
f.       Dapat dididik menjadi tenaga kerja semi skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, dll.
g.      Tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen, saat dewasa dapat merawat diri, dapat dilatih keterampilan tertentu, menikah dan memiliki anak dan bekerja.
h.      Umumnya berasal dari keluarga yang memiliki pendidikan formal, inteligensi, dan level sosial ekonomi yang rendah.
2)      Kategori sedang (imbesil)
a.       IQ = 35-40 sampai 50-55.
b.      IQ 51 — 36 , Tes binet dan IQ 54- 40 , Tes WISC.
c.       Sering ditemukan penderita mengalami kerusakan otak dan penyakit lain.
d.      Ada kemungkinan mengalami disfungsi syaraf yang mengganggu keterampilan motorik.
e.       Dapat dideteksi sejak bayi atau kanak-kanak awal karena koordinasi sensori motorik yang jelek dan selalu lambat perkembangan keterampilan verbal dan sosial.
f.       Dapat dididik mengurus diri, melindungi diri dari bahaya, dll.
g.      Tidak dapat belajar secara akademik.
h.      Terdapat dihampir semua kelompok sosial ekonomi.
i.        Pada masa kanak-kanak dapat mengikuti kelas khusus yang lebih menekankan perkembangan keterampilan merawat diri.
j.        Dapat bekerja, meskipun dengan keterampilan terbatas, dan di lingkungan tertentu saja serta ditempat terlindung.
k.      Banyak yang hidup sangat tergantung pada keluarga dan kelompok khusus dengan bimbingan yang khusus pula.
3)      Kategori berat (severe)
a.       IQ = 20-25 sampai 35-45.
b.      IQ 32 — 20 , Tes Binet dan IQ 39 — 25 , Tes WISC.
c.       Memiliki abnormalitas fisik bawaan dan control sensori motoric terbatas.
d.      Penyebab antara lain kurang oksigen pada saat lahir atau gangguan genetik.
e.       Sebagian besar penderita perlu perawatan dan bimbingan yang konstan.
f.       Perlu latihan yang cukup lama untuk berbicara dan memperhatikan kebutuhan dasarnya.
g.      Latihan perawatan diri diberikan di kelas khusus dengan porsi yang dilebihkan.
h.      Sebagai orang dewasa, penderita bisa menunjukkan kemarahan, meskipun hanya dapat bercakap-cakap mengenai hal yang konkrit.
i.        Sulit untuk mandiri, dapat mengerjakan tugas sederhana, dan mudah lelah.
4)   Kategori sangat berat (profound)
a.         IQ = dibawah 20-25.
b.        IQ dibawah 19 , Tes Binet dan IQ dibawah 24, Tes WISC.
c.         Perlu bimbingan penuh dan seringkali memerlukan perawatan seluruh aspek kehidupan.
d.        Banyak di antara penderita yang memiliki cacat fisik dan kerusakan syaraf.
e.         Angka kematian pada masa kanak-kanak cukup tinggi.

Kami juga melakukan wawancara dengan guru ekstrakurikuler, hasil wawancara kami adalah sebagai berikut:
1.      Musik dan Menyanyi
Ekstra Musik dan Menyanyi dilakukan setiap hari kamis. Guru yang bertanggung jawab atas ekstra tersebut juga sebagai pelatih yaitu Pak Tri Leksono. Murid yang mengikuti ekstra musik dan menyanyi yaitu murid SMA penderita Tuna Grahita ringan, Autis kelas 10 dan 7, dan sindrom.
Metode belajar: Anak-anak disuruh menyanyikan lagu favorit mereka, seperti salah satu anak bernama Hendra (Tuna Grahita ringan) hafal semua lagu Wali. Selain itu dengan cara:
a.         Mengarahkan dan membimbing
b.         Pengenalan lagu anak-anak dan lagu nasional
c.         Mengajarkan Vokal dan Intonasi.

Mereka sering diundang dalam event-event penting seperti kemarin di RRI yang dihadiri oleh Pak Ganjar`dan UNNES juga mengundang mereka dalam “ Buka Bersama  Anak-anak Difabel.
2.      Menari
Ekstra Menari dilakukan setiap hari kamis. Guru yang bertanggung jawab dan juga pelatih yaitu Ibu Izza. Murid yang mengikuti ekstra menari yaitu ada 11 anak. Tari yang diajarkan yaitu tari Tradisional.
Metode yang digunakan yaitu menjelaskan gerakan tarinya dulu kepada anak-anak. Lalu memberikan contoh gerakan tarinya dan diikuti oleh murid.
Kendala yang dihadapi dalam ekstra ini yaitu komunikasi suara dan juga daya tangkap murid.
Berdasarkan dialog wawancara, harapan Ibu Izza dengan adanya ekstra menari ini yaitu “Dengan keterbatasan mereka baik fisik maupun mental, tapi mereka punya semangat yang tinggi. Mereka bisa membawa nama SLB lewat keterampilan tari ini”.
3.      Mewarnai
Dalam kelas mewarnai di kelompookan berdasarkan kemampuan mereka masing-masing.
Selain itu, kami juga melakukan wawancara dengan tenaga pendidik/ guru yang mengajar di SLB-C Pelita Ilmu Bulu Lor Semarang juga penjaga sekolah. Hasil wawancara yang kami lakukan adalah sebagai berikut:
a.    Pak Tri Leksono
Adalah salah satu guru di SLB dia menagajar di SMA, dengan semua mapel pelajaran. KTSP sesuai dengan standar pada umumnya tapi melihat keadaan dan kondisi muridnya. Metode yang digunakan yaitu Seintifik (sesuai dengan keadaan),melihat kelebihan dan kekurangan dari murid tersebut. Kesulitannya dalam proses mengajar kadang anak-anak bertingkah yang membahayakan seperti melukai temannya, menyobek buku temannya kadang melukai Pak Tri. Di kelas SMA ini  terdiri dari 6 anak yaitu: 4 anak Tuna Grahita (ringan), ilham (Autis) hafalanya bagus, tapi sulit untuk memahami dan Sindrom.
Motivasi Pak Tri mengabdi di SLB-C Pelita Ilmu ini yaitu dibalik itu semua ada keberkahan, Guru itu harus ikhlas dan sabar.
Harapan yang di inginkan Pak Tri yaitu anak bisa mandiri, punya keterampilan, dan kepribadian yang terbentuk, apa yang dia dapat bisa dikembangkan, dan karakter kepribadian mereka bisa terbentuk.
b.    Ibu Tri Suryanti
Beliau mengajar anak SD, metodenya dengan melihat kemampuan dari murid-murid,  contoh seperti Matematika dengan cara per individu.
Hambatan saat proses mengajar yaitu anak kurang konsentrasi, senangnya main. Motivasi Ibu Tri Suryanti menjadi guru disini yaitu ingin membagi ilmunya.
Harapan yang di inginkan Ibu Tri Suryanti untuk anak-anak berdasarkan dialog wawancara yaitu “Agar anak bisa mandiri punya ilmu untuk dirinya sendiri dulu, bisa merawat dirinya, dan agar tidak mudah di tipu orang”.
Salah satu perubahan dari muridnya ketika dia salah dan diberi hukuman dia mau melaksanakan.
c.    Pak Suyuti
Pak Suyuti adalah penjaga sekolah sekaligus orang tua angkat dari adik bintang salah satu murid di SLB, Beliaulah yang mengantar berangkat dan pulang Bintang. Orang tua Bintang bekerja di Sekolahan berangkat pagi dan pulang sore, tangan dan kaki Bintang kurang lincah dikarenakan ketika masa kecil badannya panas dan akhirnya di bawa ke rumah sakit. Harapan dari beliau bintang bisa sukses seperti orang tuanya, menjadi anak sholeh, menjadi anak yang kuat dan bisa membuat bangga kedua orang tuanya.

Berdasarkan keterangan Pak Por latar belakang salah satu muridnya yaitu Ibunya jatuh saat hamil, kemudian salah obat, badannya panas sekali hingga akhirnya mengakibatkan autis.
Latar belakang keluarga murid di SLB-C Pelita Ilmu yaitu:
a)    Sosial (pada umumnya), orang tuanya tidak terima terhadap keadaan anaknya.
b)   Segi  Ekonomi (ada menegah keatas, sedang, dan keatas).
c)    Salah satunya Ilham dia sudah bisa mandi sendiri, sudah bisa membantu orang tuanya.

PENUTUP
Demikian pemaparan laporan hasil observasi yang dapat kami sampaikan, kami mengerti bahwa penyajian kami masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan sebagai acuan untuk kemajuan kami dalam penggarapan atau sajian laporan kami berikutnya. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bermanfaat. Lebih kurangnya kami mohon maaf.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTERNET DAN INTRANET

Revitalisasi Local Wisdom